Rabu, 11 Januari 2017

CERPEN 7



Sorot matanya sayup dan kedua telapak tangannya berusaha menindih perutnya yang kian kempis. Dia duduk di atas batu menghadap ke pondoknya yang hampir roboh. Sudah dua hari makanan tak kunjung masuk dalam perutnya. Bukan karena penyakit akan tetapi semua yang tersisa di para-para telah dirampas algojo penarik pajak penjajah. Akal pikiranya menyusut dan menyamarkan kepekaan telinga sehingga panggilan ibunya terdengar samar.
“Bose…, Bose…, oh La Bose?” Ibunya memangilnya berali-kali.
“Iya Ina!” Jawabnya sambil berlari mendekati ibunya.
“Kamu lapar ya?”
“Iya Ina. Perutku sejak semalam berbunyi terus dan agak sakit.”
“Ikutlah denganku ke hutan, bawalah tombakmu. Kita akan mencari makanan sambil berburu.”
Semenjak ayahnya meninggal dia sangat bergantung pada jerih payah ibunya. Mereka hidup sangat sederhana. Pakaian penutup tubuh pun terkadang digunakan saling bergantian. Jalan menuju hutan yang berintang  duri ilalang dan gititan serangga, tidak diperdulikan oleh kedua insan yang kelaparan itu. Tujuannya hanya satu, mendapatkan makanan secapatnya.
Ina menunduklah cepat.”
“Ada apa Bose?” Tanya ibunya dengan berbisik.
“Sepertinya kita akan mendapatkan hewan buruan.”
Ancang-ancang diambilnya dengan berlahan. Balase yang dijinjingnya dilepaskan dengan hati-hati. Sorot matanya tajam tak terpejam, menatap sasaran yang akan ditombaknya. Saat pikiran dan raganya siap, tiba-tiba seekor kupu-kupu menghinggap tepat dihidungnya. Sayap kupu-kupu yang mengambang menghalau pandangannya.
“Ah…, kupu-kupu ini telah menyebabkan sasaranku meleset.” Kata La Bose sambil memegang sayap kupu-kupu itu.
“Sudalah, itu berarti belum rezeki.”
“Tapi kupu-kupu ini harus menerima balasanya.”
“Bose, lepaskanlah! Janganlah kamu membunuhnya. 
KISAH SELANJUTNYA......TUNGGU BUKUNYA TERBIT YA...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KELAS BERCERITA DALAM TAMU SAGA

  Bukan Pelajaran Bahasa atau Seni. Ini tentang sains dalam mendorong numerasi dan literasi dilingkungan sekolah. Ketika rapor pendidikan me...