Cerita Karangan : Suhardin
Ajakan
ibuku membuat bingung siang itu. Perempuan setengah baya yang aku sayangi,
menyebut istilah yang jarang terdengar.
“Hari
ini kita akan membuat kabuto. Apakah kamu suka?” Kata Ibu.
“Kabuto?”
Tanyaku heran.
“Iya,
ayo ikut ibu ke pasar!”
Sepanjang
Jalan aku terus bertanya dalam hati. Apakah makanan ini berasal dari jepang?
Alasannya, namanya mirip dengan Naruto. Tokoh kartun kesukaanku.
Keherananku
bertambah lagi. Ibuku membeli ubi yang telah berjamur. Tanpa berpikir panjang,
setelah masuk ke dapur aku mulai bertanya banyak hal.
“Koku
bi rusak, ibu beli?”
“Ini
bukan ubi rusak, nak.”
Penjelasan
ibu Akhirnya mencerahkan pikiranku. Membuat kabuto, ubinya harus dikupas
terlebih dahulu lalu direndam beberapa hari. Bila jamur mulai tumbuh pada
umbinya, kemudian dijemur hingga kering. Itulah mengapa ubi ini terlihat
berjamur. Sebelum diolah, ubinya harus dicuci. Bila perlu direndam dengan air
garam secukupnya. Hal ini sesuai selera bagi penikmatnya. Cara memasaknya
dengan melalui proses pengkusan. Tentu butuh dandan dan air agar ubi menjadi
masak. Jika ingin lebih cepat dicerna, ubinya dapat dipotong menjadi
kecil-kecil. Bahkan bisa dibuat seperti bentuk bulir nasi.
Biasanya
makanan ini jika matang, disajikan dengan kelapa parut yang masih muda. Agar lebih
nikmat, ibuku menambahan cairan kental gula merah. Hanya butuh sebelah kelapa
muda parut untuk membuat satu kilogram ubi jamur. Sedangkan seperdua gula merah
panaskan dengan wajan dan tambahkan sedikit air. Cairan gula ini digunakan
sebagai pemanis kabuto.
Wah!
Buka puasaku hari ini sangat unik. Menikmati makanan khas Sulawesi Tenggara
berbahan ubi kayu. Akupun sangat senang bisa mengetahui cara membuatnya. Ibuku
berkata, makanan pokok itu bukan hanya beras. Umbi tanaman bisa
menggantikannya. Ayahku sangat senang sekali menikmati kabuto buatan ibu.
Ayahku berpesan pada ibu, agar besok membuat makanan lain yang lebih murah
meriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar