Jumat, 02 April 2021

MESIN AIR DAN SANDAL PAGI SORE

 


Apakah ada hubungannya mesin dan sandal? Ini kisah yang memilukan hati tentang kedua barang tersebut. Rupanya memiliki kaitan yang sangat erat. Cerita ini dimulai saat Mertuaku memiliki masalah di sore itu.

“Nak, tolong lihatkan mesin air.” Kata Oma di depan pintu samping.

“Memangnya kenapa mesinya, Oma?” Kataku.

“Tidak tau nak. Jika di cuk, bunyi. Namun air tidak keluar dari kran.”

Sifat sok pintarku muncul lagi. Aku pun bergegas menuju mesin pompa air yang berada di samping rumah mertuaku.  Mengamati kabel dan melihat mengecek setiap bagian mesin. Namun tidak satupun alibi yang mengarah pada kerusakannya. Setelah beberapa kali dicoba namun selalu gagal. Itu pertanda waktunya untuk mengatakan menyerah.

“Mesin ini sudah rusak, Oma. Diganti saja.”

“Tapi mesinnya belum lama dibeli. Kok bisa rusak?”

“Iyalah Oma. Bisa saja.”

“Tunggu dulu, coba hubungi adik iparmu. Dia sangat paham dengan ini.”

“Oh iya, Oma.”

Akupun mengambil telepon genggam dan mengutarakan masalahnya. Beberapa saat kemudian, dia pun datang dengan peralatannya. Boleh dibilang ahli mesin karena kuliahnya dijurusan tehnik.

“Wah, ini mesinnya kotor. Semutlah penyebabnya.” Katanya.

“Kok bisa?” Kataku.

“Coba lihat! Tanah sarang semut ini hingga masuk dalam kipasnya.”

“Jadi solusinya bagaimana?”

“Angkat dari tempatnya dan bongkar.”

Membuka dari tempatnya bukan tanpa masalah. Butuh sambungan pipa  yang beragam. Setelah menghitungnya, aku pun bergegas menarik motor bututku. Waktu yang menjelang sore menyebabkan semua berpacu dengan waktu. Bukan hanya persoalan hampir gelap, waktu tutup toko bangunan sudah makin dekat.

Bukan hanya satu toko yang dikunjungi. Sambungan pipa ke mesin menjadi kendala. Barang itu bukan hal biasa yang aku lihat. Bertanya dan memperlihatkan contohnya adalah jalan terbaik untuk menghemat waktu. Gelisah dan panik menjadi gambaran hati pada saat itu. Terlambat berarti air tidak akan mengalir.

Jalan makin cepat dalam toko. Kadang kala hampir saja menabrak orang lain yang sedang berbelanja. Setelah ke kasir akupun bisa memabawa pulang barang yang dibutuhkan. Namun aku merasa kaget bukan kepalang. Perkataan istriku membuatku tersadar. Ada hal yang tidak wajar pada diriku.

“Waduh, siapa yang pakai sandal yang berbeda warna?” Katanya.

Akupun langsung melihat kearah bawah.

“Astagfirullah.” Teriakku.

“Kenapa?” Kata Istriku.

“Pantas saja banyak orang yang melihatku lalu tersenyum tadi.”

“Yang melihatmu, lelaki atau perempuan?”

“Kedua-duanya. Tapi yang banyak para ibu-ibu.”

“Mungkin saja kamu yang genit.”

“Waduh, bukan itu Yang.”

“Lantas?”

“Sendalku ini masalahnya.”

“Hi, bapak ini. Bagaiman sih. Bikin malu.”

“Baju kotor, sandal pagi sore, rambut acak-acakan serta bau badan yang menyengat. Wah, lengkap sudah kesimpulan mereka. Semoga prasangkanya terbantahkan dengan balasan senyumanku”

“Maksudnya?”

“Semoga mereka tidak mengatakan aku gila.”

“Apa ada orang gila yang mampu berbicara sopan pada pelayan toko, memabaca label barang dengan baik, membalas senyuman orang dan bisa menghitung uang di depan kasir?”

“Pantas saja pelayannya, menyuruhku diam ditempat.”

“Lalu?”

“Dia terburu-buru mencari barang yang saya butuhkan, mengantar ke kasir dan memunggu hingga aku keluar toko.”

“Jangan terlalu curiga dengan kebaikan orang.”

“Oh, tidak.”

“Sudalah, mandi lalu sembayang.”

Sungguh pelajaran yang berharga. Kerja yang tergesa-gesa dan tidak memperhatikan penampilan memang ada hal tidak baiknya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KELAS BERCERITA DALAM TAMU SAGA

  Bukan Pelajaran Bahasa atau Seni. Ini tentang sains dalam mendorong numerasi dan literasi dilingkungan sekolah. Ketika rapor pendidikan me...