Senin, 28 Juni 2021

AJARAN PADI PADA JARYAH MENGAJARKU

 

Catatan Kecilku - Nilai tidak penting, hati dan jiwa jauh lebih bermakna

Mengajar harus berproses. Hasilnya tidak Nampak secepat cahaya. Bukan persoalan pintar, google dan aplikasi jauh lebih unggul. Mengajar dalam sekolah berarti mendidik. Inilah yang menjadi pegangan dalam beramal.

Aku bukan sok jago dan ingin lebih baik. Guru itu manusia, semua tidak ada yang sempurna. Olehnya itu, ajar bukan sekedar tahu namun paham. Itulah harus ada timbal balik. Jika searah namanya otoriter. Itulah mengapa nilai dalam angka hanya sepele dan tidak begitu penting. Karakter dan amalan pelajarannya menjadi yang utama.

Apalah artinya jenius  namun salah tindak dan akal, tentu membawa bencana. Inilah keunggulan manusia kreatif serta berkemauan positif.  Walaupun sedikit ilmu jika bermanfaa akan membawa banyak hal baik.

Mungkin ada yang tidak sependapat ataupun menentang opini ini. Itu lumrah! beda berpikir tentu cara pengabdiannya pun berbeda. Setiap orang memiliki trik tertentu dalam menjalani hidup. Nah…Ini adalah gaya pilihanku dalam mencuri amal. Sudilah menyimaknya agar bisa memahani hati dan pikiranku.

Pengajar bagai petani. Benih yang ditanam akan terlihat tiga hingga enam bulan kemudian. Jangan hanya tau cara menanam! Memelihara dengan hati menjadi penting. Selalulah cari tau dan selalu mencoba yang baru tentunaya! Hal itu bisa menjadi jembatan keberhasilan panen yang melimpah. Begitulah mendidik, tidak hanya sekedar mengajar. Membimbing jauh lebih bermakna. Mau pintar, melalui google pun bisa kan?

Ingatlah, seseorang tidak perlu pintar,  karena pandai jauh lebih bermakna. Ingat cerita kancil dimasa kecil? Perlu diceritakan Kembali tentang akal monyet dan kura-kura? Pandai pun tidak cukup jika jiwa dan hati bersebelahan jauh. Tentu salah satunya harus mampu beradaptasi serta bersosialisasi dengan baik.  Tekun, rajin, bertanggung jawab, jujur, tidak berputus asa, tau kesalahan dan keunggulan, bersaing dengan sehat untuk maju serta nilai-nilai lain yang bermanfaat.

Sentuhan lembut pada padi bukan hanya memupuk tetapi juga mencegah gulma dan hama. Apalagi anak manusia? Banyak pengaruh yang datang dalam belajar. Disinilah riset kecilnya. Berbincang dengan mereka mengandung arti yang penting. Ada kritik maupun masukan. Bukankah kegagalan awal memulai keberhasilan. Banyak masalah belajar yang terungkap. Itu berarti harus ada perubahan. Pupuk maupun pembasmi hamanya tidak sesuai. Menggantinya butuh perhitungan yang matang.

Orang tua punya penjelasan. Banyak pelajaran yang dipetik. Nasihat bisa keluar dari lisan, ketika zona anak menyimpang. Aturan harus tegas namun tidak mengikat. Selalu ada pengecualian yang positif. Bukan memudahkan tetapi membelajarkan. Hasil bukan sekedar upaya guru dan murid. Butuh perhatian orang tua sebagai sahabat terdekat mereka.

Banyak hal yang dipetik. Banyak pula pujian dan harapan yang terucap dengan lantang. Semua refleksi bagi pengajar penentang jaman. Keluh dan kesah itu menjadi acuan penting dalam menilai. Tentu ada tagihan namun tidak berat untuk dipikul. Ini jangan terabaikan agar tidak terasa gratis serta jauh manfaat. Tetapi ingat, asas adil dan berkesinambungan itu jangan terlupakan. Berbincang dengan siswa dan orang tua dapat membantu proses selanjutnya.

Umur Panjang, mereka akan ditemui tahuan ajaran mendatang. Jika digampangkan akan membawa bencana. Riang kemenangan mereka, tamparan keras buatku. Manja, pandang enteng, menganggap remeh dan selalu cuek adalah efeknya. Aku pun tidak ingin kejadiannya membawa petaka.

Ungkapan “setiap orang membawa rezekinya” dan “tidak ada yang tahu masa depan seseorang” serta “kadang orang yang dianggap buruk bisa baik nantinya” adalah benar. Tetapi rezeki, masa depan dan perubahan itu adalah proses. Bukankah semua itu perlu usaha dan pemikiran? Aku tidak ingin berikan hal yang sedikit pada mereka. Harapanya adalah mendapatkan pahala lebih banyak. Tentu dari  sedikit upaya kecil pada tindakanku.

Hati kecil dan keinginan besarku, mereka tetap naik kelas dengan nilai yang minimal cukup. Harapan itu telah terabit dalam keputusan. Namun bantulah aku untuk melihat senyuman mereka lebih lebar. Kabarkan saja untuk datang menghadapku. Sebagai pendidik aku ingin melihat senyuman mereka lebih lebar dan sangat bahagia, tetapi bukan sekarang. Nanti setelah mereka beranak-cucu. Bahwa baktiku membawa hal baik dalam dirinya.

Bukan dari kebaikanku dengan memberikan nilai gratis. Semuanya adalah usaha mereka sendiri. Aku hanya memotivasi dan memberi jalan keluar terbaik. Kelak cerita ini akan sampai beranak-cucu. Mereka itu wartawan kecil. Penyebar berita kebanyak penjuru. Ingin sekali, kabar dan beritanya baik untukku maupun tempat abdiku. Inginku, orang lainnya menganggap baik, sehingga bisa mendengar sapaan kecil tentang kerjaku dan kinerja  sekolahnya.

Upayaku mengajar dengan hati memang tersandung corona. Tapi caraku sudah maksimal sebagai guru penantang jaman. Sudilah memberikan kesempatan untuk membangun jembatan pensil. Usahaku kini ingin ku tuai saat esok dan lusa. Memang keras dan sedikit merepotkan. Namun perhatian khusus sangat aku butuhkan. Aku berharap besar kelak, ulah dan cara mereka akan berubah. Minimal menghargaiku sebagai guru karena aku menilai dengan sepenuh hati.

Ada kata pepatah yang terus teringat. Jika ingin sesuatu, usaha adalah jalannya. Jangan berharap buah manis jika tidak menyemai. Semoga upaya tidak menghianati hasil. Tidak ada makan siang enak yang gratis. Walaupun itu hanya setitik sedekah. Minimal sebuah doa dan Tindakan baik yang bisa menghantarkannya. Ikhtiar itu selalu didahului usaha. Tanpa itu, hampa namanya.

Berikan aku kesempatan, menilai mereka dengan hati dari usahanya. Bukan keras dalam menilai tetapi kelembutan hatiku lah penyebabnya. Tersimpan keinginan besar, agar kelak mereka berhasil dengan kesan yang baik.

Aku sisipkan kisahku hari ini. Guru senior menjadi penjaga loket membawa hikmah tersendiri. Saat berhadapan dengan seorang ibu muda mendapat sanjungan yang tidak terduga.

“Aku rindu dengan tanda tangan keren itu pak.” Katanya sambal mengamati validasi berkas yang aku lakukan.

“Memangnya kepanap bu?” Tanyaku.

“Dahulu, buku pelajaranku banyak dibubuhi oleh tanda tangan bapak. Cap tangan yang keren itu selelu bersanding dengan nilai hasil kerjaku.”

“Ah, semua guru juga begitu nak.”

“Tapi, bapak yang paling banyak dan rajin menilai.”

“Memangnya apa kelebihan tanda tangan ini nak.”

“Rapi dan memotivasi saya untuk berubah.”

“Memangnya dahulu kamu malas mengerjakan tugas?”

“Boleh dibilang begitu, tapi catatan kaki yang bapak berikan selalu memberiku petunjuk untuk berubah.”

“Ah, nak. Itu masa lalu.”

“Tidak pak. Anak saya ini ingin diajar oleh bapak. Semoga kelak dia bisa berubah lebih baik dari saya.”

Pujian itu sebagai pamungkas berkas pendafataran yang dikerjakan. Sehari menjadi renungan. Kerja kecil itu masih diingat setelah 10 tahun berlalu. Dahulu ibunya, kini anaknya bersekolah di tempat yang sama. Padahal kadang aku hanya memberikan nilai minimal cukup untuk naik ke jenjang berikutnya. Bukan nilai kurang sehingga mereka tertunda rezekinya.

Inilah salah satu pohon padi yang aku temukan. Sebagai pengajar, ingin bulir padi itu besar, wangi dan rasanya enak dimakan. Butiran lainya bisa menjadi benih selanjutnya. Bahkan kepandaian mereka dapat membuat bibit yang lebih unggul. Tindaknya dapat membawa kesejahteraan pada orang banyak. Semoga amal jariah itu tetap lahir setiap musim panen yang melimpah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KELAS BERCERITA DALAM TAMU SAGA

  Bukan Pelajaran Bahasa atau Seni. Ini tentang sains dalam mendorong numerasi dan literasi dilingkungan sekolah. Ketika rapor pendidikan me...