Ditulis oleh Lita
Pratiwi, Lita adalah nama panggilan dari teman-temanku. Aku lahir di SPF
yang merupakan salah satu desa yang terletak dibagian Konawe, Kota Kendari
Sulawesi Tenggara pada 24 Oktober 2000. Saat ini aku sedang duduk di bangku
kelas IX di SMPN 17 Kendari. Teman-temanku sering bertandan di kediamanku di
Jl. Banda depan SMA 6 Kendari. Mengenal saya dapat melalui Facebook Lita
Pratiwi.
Prakarya, satu pelajaran baru diawal
diberlakukannya Kurikulum 2013 yang membuat siswa-siswi termasuk aku, seakan lelah
dalam mempelajarinya. Entah mengapa, pelajaran itu sangat memaksa para pelajar
untuk menciptakan kreasi-kreasi baru yang kadang sedikit dibatas kemampuan
siswa-siswi. Aku sendiri pun mengaku agak lelah ketika belajar prakarya. Tapi
apa boleh buat, ini memang sudah kewajiban aku dan pelajar lainnya untuk
menerima materi apapun itu yang diberikan. Tetapi, di tengah dari kelelahan
yang kita rasakan, banyak pengalaman-pengalaman yang kita dapatkan saat belajar
prakarya.
Terkadang,
lika-liku dalam menimba ilmu memang sering dirasakan oleh para pelajar, begitu pun
dengan aku. Saat ini aku sedang duduk bangku kelas IX dijenjang SMP. Usahaku
dalam mencapai kesuksesan benar-benar aku rasakan saat ini. Mungkin kalimat itu
terdengar sedikit berlebihan bagi orang yang mendengarnya. Tapi tidak dapat
dipungkiri, ini memang benar-benar di rasakan yang mungkin hampir seluruh
pelajar di Indonesia.
Pagi
itu, aku sedang duduk di dalam kelasku sambil termenung dalam lamunan. Pada
saat itu aku masih duduk di bangku kelas VIII. 15 menit sudah lepas dari
pergantian jam pembelajaran, namun Pak Suhar sebagai guru prakaryaku belum juga
datang untuk melaksanakan PBM. Suasana di kelas pada saat itu sudah mulai riuh,
teman-temankupun telah berlalu lalang keluar kelas untuk beristirahat sejenak.
Informasi yang saya dengar, guruku itu sedang melaksanakan Bimtek. Dia
bertindak sebagai nara sumber. Dialek lokal pun sering mengisi percakapan kami.
“Wee!! Kalian masuk mi itu, belum he jam
istirahat ini, sa catat namanya kalian itu!” Lentingan suara yang bersumber
dari Ama ketua kelasku itu telah membuyarkan lamunanku.
“Kita bosan di dalam terus Ama, nda ada ji
pak guru, ko santai mi!”. Ujar Novi dengan sewot.
“Kalian susah sekali dikasih dikasitau
tawa, kalian masuk mi!” Sangkal Juli yang membuat teman-temanku terlihat kesal.
Di
tengah perdebatan antara ketua kelas dan teman-temanku, tidak lama kemudian
datanglah Pak Suhar yang sedari tadi kita tunggu. Pak Suhar mempersilahkan kami
untuk beristirahat dulu, dan masuk kelas setelah jam istirahat berakhir. Selang
beberapa waktu, jam istirahat pun telah berakhir, saat itu aku dan siswa-siswi
yang lain telah memasuki kelas masing-masing, dan siap menerima pelajaran
berikutnya.
Di
kelasku pada saat itu telah ramai karena Pak Suhar sedang membagi kelompok baru
untuk persiapan praktek membuat kerajian dari limbah An-organik. Siswa siswi
dibagi dengan berdasarkan alamat rumah yang saling berdekatan. Banyak
teman-teman yang pro dan kontra dengan pembagian kelompok itu. Tapi menurut pak
guru, pembagian kelompok dengan cara tersebut adalah salah satu cara yang
paling mudah untuk bekerja sama dengan baik. Pada saat itu, aku masuk di
kelompok Jalan Banda dan aku dipilih menjadi ketua kelompok. Kelompokku
mendapat bagian untuk membuat kerajinan dari limbah kaca.
Sore
itu, serambi rumahku telah diramaikan oleh suara bising dari teman-temanku yang
sedang membahas dimana tempat perusahaan kerajinan kaca.
“Lita
dimana mi ini kita mau pergi kasian?” Tanya Novi kepadaku.
“Huu!!
Sa nda tau juga kasian, adakah disini perusahaan kerajinan kaca?” Ujarku dengan
nada yang sedikit bingung.
“Itu
he! Di bagian perempatan yang mau kerumahnya La Arnold, ada disitu sa liat
tempat kerajinan kaca.” Kata Emon.
“Oh
iokah? Sini mi pale kita langsung pergi.”
Sekitar
5 menit kita menuju tempat kerajinan itu, karena tempat kerajinannya pun tidak
jauh dari rumahku. Sesampainya kita di depan tempat itu, kita saling menatap
satu sama lain dengan tatapan penuh tanya. Di tempat itu memang terdapat banyak
kaca dan kayu, namun yang terlihat ada banyak lemari yang telah di buat dan
diukir. Tetapi, aku sempat berfikir, mungkin kerajianan-kerajinan yang di buat
dari limbah kaca di pajang di dalam tempat itu.
“Emon,
betul ji kah itu tempat kerajianan kaca?” Kata aku.
“Hahaha
sa nda tau mi juga itu, kita tanya mi dulu lah, siapa tahu ada ji.”
“Sini
mi pale beh, kita langsung masuk saja” Aku dan teman-temanpun segera bergegas
masuk ke dalam tempat itu. Di dalam kita tidak mendapatkan satupun kerajian
dari limbah kaca.
“Permisi
om, disini bukan tempat kerajinan limbah kaca kah?” tanyaku pada salah seorang
yang berada di tempat itu.
“Hahaha
bukan dek, tempat pembuatan lemari he disini.” Tawapun meledak setelah aku dan
teman-teman mendengar ucapan orang itu. Rasa malu saat itu telah menghampiri
kita, dan semua tatapan telah tertuju pada Emon.
“Kau
juga Mon, ko kasih kita informasi salah-salah pa!! Bikin malu saja hi. Hahaha.”
Kata Inna.
“Hee!
Kau juga, sa taukah kalo ini bukan tempat kerajinan kaca? Yang sa liat banyak
kacanya, jadi sakira tempat kerajinan kaca mi.”
“Biar
mi tawa Inna, da tidak tau kasian.” Kata Dani dengan tujuan mengejek Emon.
“Hu
sudah-sudah mi itu korang menyalahkan beh, kita pulang mi cepat, baru kita buat
itu.”
Melalaui
kunjungan itu, kami hanya memperoleh informasi tentang bagaimana cara memotong
kaca. Wawancara singkat dan peragaan kecil kami peroleh sebagai bekal dalam
pembuatan kerajinan dari kaca nantinya.
Akhirnya
kitapun memutuskan untuk pergi kerumah Inna untuk memikirkan cara memotong
botol kacanya terlebih dahulu. Beragam jenis pikiran dan pendapat telah di
kumpulkan, namum masalahpun tetap tidak terselesaikan. Memotong botol kaca
memang sangat sulit bagi aku dan mereka, karena ini kegiatan yang berbahaya dan
belum pernah di lakukan oleh kita sebelumnya. Pada saat itu, kita membuat
kerajinan tempat lampu lilin doraemon
dari botol kaca dengan bahan yang serba kurang dan hasilnya pun sangat jauh
dari ketegori baik.
Hari penilaian
hasil kerajinanpun tiba, aku dan kelompokku sangat tidak puas dengan karya yang
telah kita buat. Ketidak puasan dari hasil karya yang telah dibuat juga
terlihat dari wajah-wajah kelompok lain. Di tengah-tengah kebimbangan kami, Pak
Suhar pun datang dan melihat satu persatu hasil dari kerajinan yang telah
dibuat. Karena setiap kelompok tidak ada yang berhasil baik, akhirnya Pak Suhar
memutuskan untuk menjadikan tugas ini sebagai tugas individu secara mandiri di
rumah.
Pak Suhar menganjurkan untuk melakukan
observasi terlebih dahulu, meminta bimbingan pada orang terdekat serta meminta
petunjuk saat waktu senggang di sekolah. Dia melarang melakukan pemotongan kaca
serta menganjurkan untuk mengambil bahan dari botol atau toples bekas yang
banyak terdapat di lingungan rumah. Kami diperintahkan untuk membuat laporan
singkat bagaimana cara membuatnya. Pak guru kemudian memberikan contoh cara
membuat kerajinan dari kaca. Saat mendengar itu, aku merasa sedikit lebih
senang.
Satu
minggu telah berlalu, tugas kerajinan yang di perintahkan oleh Pak Suhar telah
aku selesaikan dengan baik, dan aku merasa puas dengan hasil karyaku sendiri.
Aku menamakan karyaku dengan nama Tempat Lampu Lilin Danbo. Aku merasa senang karena Pak Suhar memuji hasil karyaku, aku
berpikir bahwa tidak sia-sia usahaku dalam membuat kerajianan itu. Dari jariku
yang terluka akibat pecahan kaca, dari cara memotong kaca, hingga dari cara
melukis botol itu dengan serbuk kayu, itu benar-benar membutuhkan kreativitas
yang cukup tinggi. Tetapi semuanya terbayar dengan mendapat nilai yang tinggi,
dan hasil karyaku pun terjual dengan harga yang cukup tinggi.
Lepas dari tugas membuat kerajinan, saat
itu aku dan teman-teman dihadapi lagi dengan tugas pengolahan atau memasak.
Praktek ini dilakukan secara berkelompok, dan kelompoknya sesuai dengan yang
telah dibagikan pada saat itu. Pengolahan yang pertama dilakukan adalah
pengolahan dengan cara menggoreng dari bahan umbi-umbian. Kelompokku saat itu
mendapat bahan dasar talas, sehingga kita memutuskan untuk membuat korket isi
sosis.
Dalam
pembuatan korket isi sosis, kelompokku mengerjakan bahan setengah jadinya di
rumahku. Dalam pembuatannya aku merasa sangat kesal, karena teman kelompokku
tidak ada yang datang kerumahku untuk membantu pembuatannya, hingga pada
akhirnya aku meminta ibuku utnuk membantu membuat bahan setengah jadinya. Pada
malam hari aku mengerjakan pengolahan itu, tanpa aku sangka ternyata Novi
datang kerumahku untuk membantu pembuatannya.
“Sa
jengkel kasian mereka, bisanya mereka tidak datang pa!” Kataku dengan nada
kesal.
“Io,
kenapakah dorang tidak datang?”
“Nda
tau mi juga dorang beh, masa kerja kelompok tapi yang kerja cuma saya sendiri
ji!”
“Astaga
maaf nah, tadi sore toh sa mau datang, hanyakan nda ada motor beh, baru pi ada
tadi.”
“Io
nda papa ji lah, besok ko bawa gabing nah untuk tepung rotinya, ko haluskan
memang yo.”
“Oh
oke mi.”
Proses
penggorengan dilakukan di sekolah. Pada saat itu lagi-lagi aku merasa kesal
dengan teman-teman kelompokku karena mereka selalu lupa membawa alat dan bahan
yang telah aku bagi saat itu. Namun, aku mencoba untuk bersabar dalam
menghadapi teman-teman kelompokku. Saat memasak, banyak keseruan yang aku
rasakan pada saat itu. Pada akhirnya hasil penggorengan yang telah di buat
kelompokku mendapat penilaian yang baik dari Pak Suhar. Hingga pada tahap
penjualannyapun, hasil masakan kelompokku terjual laris. Kegiatan praktek
memasak ini berlangsung selama 3 minggu, dan banyak sekali pengalaman yang aku
dapatkan dari kegiatan itu.
Kegiatan
praktikum di kelas VIII pada saat itu telah selesai. Pada saat itu, kegiatan
PBM setiap pelajaran prakarya berlangsung dengan seru. Banyak keseruan-keseruan
yang dibahas oleh Pak Suhar. Pak Suhar merupakan salah satu guru favoritku di
sekolah, karena selain baik dan humoris, dia juga sangat dekat dengan
siswa-siswinya. Terkadang aku sering kesal dengannya, karena dia sering memberi
tugas yang kadang membebani siswa-siswinya.
Pada
saat aku baru saja duduk di bangku kelas IX, tugas-tugas dari mata pelajaran
prakarya, lagi lagi telah menghampiriku. Aku sangat ingat kejadian ketika Pak
Suhar menugaskan kami untuk membuat instalasi listrik yang disambung dengan
pembuatan minuatur rumah modern minimalis. Minggu pertama yang dibuat adalah
menginstalasi listrik, banyak kejadian yang seru dalam praktek menginstalasi
listrik. Dalam menginstalasi listrik, yang bekerja adalah sebagian besar
putranya, sedangkan putrinya hanyalah mengatur dan mengoreksi jika ada yang
salah.
Setelah
usai praktek menginstalasi listrik, kita ditugaskan untuk membuat miniatur
rumah minimalis, saat itu aku dan kelompokku mngerjakan di rumah Yansi.
Menurutku praktek pembuatan rumah minimalis adalah praktek yang paling sulit
bagiku, karena akibat praktek itu kita banyak tenaga dan waktu yang tersita.
“Lita!
Lita!” Suara Dani terdengar dari luar rumahku. Ya, aku telah menyuruhnya untuk
menjemputku, karena saat itu aku belum tahu di mana alamat rumah Yansi. 10
menit perjalananku dan Dani menuju rumah Yansi. Sesampainya di sana sudah
terlihat Emon dan Yansi yang telah menunggu kita.
Bahan yang kelompokku gunakan adalah bahan
dari steak es creem. Saat menyipakan bahan-bahannyapun terjadi
perdebatan-perdebatan yang sedikit konyol. Bahan bekas yang sangat susah di
dapat kahirnya, kami berupaya dengan membelinya.
Setelah
semua bahan-bahan telah terkumpul, akhirnya aku dan teman-teman melanjutkan
pembuatan miniatur rumah. Aku sangat kesal dengan teman-temanku, karena mereka
selalu bermain dalam membuatnya. Miniatur yang kami buat memang sangat sulit
karena berbahan dasar steak es creem. Banyak teman-teman dari kelompok lain
yang menggunakan bahan dari sterofom, kelompokku sengaja tidak menggunakan
sterofom karena jika menggunakan bahan steak nilainya lebih tinggi.
Tiga
hari berturut-turut kelompokku mengerjakan miniatur rumah, dan hasilnya kurang
memuaskan hati kami, karena warna catnya kurang berpadu, akhirnya kami
memutuskan untuk mengubah warna catnya. Setelah usai mengganti warna cat,
ternyata masih banyak kekurangan dari miniatur rumah kami, akhirnya Dani dan
Emon membawa pulang miniatur itu, dan memperbaikinya di rumahnya.
Selesai sudah pembuatan miniatur rumah, pada saat itu kelompokku mendapatkan nilai yang cukup baik. Praktek selanjutnya adalah membuat miniatur rumah adat masing-masing, dan ini merupakan tugas individu. Dalam pembuatannya aku benar-benar merasa sangat kesulitan, hingga aku membeli beberapa kali bahan-bahannya. Praktek pembuatan miniatur rumah benar-benar membebaniku.
Pada saat itu, setelah praktek rekayasa,
akhirnya kita di hadapi lagi dengan praktek memasak.
“Sekarang
kalian pilih mi, mau praktek memasak ikan air tawar dulu atau ayam dulu.” Ujar
Pak Suhar kepada kami.
“Praktek
masak ikan mi dulu pa.” Kata teman-teman satu kelasku.
“Oke
mi pale.”
Kelompokku
saat itu akan memasak pepes ikan mas, dalam prakteknya benar-benar penuh usaha
dan perjuangan. Pada hari minggu kita membeli ikan di PKL, tetapi kita tidak
mendapatkannya, pada akhirnya kita membeli ikan di rumah saudaranya Dani dengan
cara mengambilnya langsung dari kolam, karena ikan masnya saat itu hanya satu ekor, akhirnya kita
menambahkannya dengan 3 ekor ikan bawel.
Usai
praktek memasak ikan, saat itu tiba saatnya kita praktek mengolah ayam.
“Dimana
mi ini kita mo beli ayam?” Tanya Yansi.
“Di
PKL mi saja.” Kataku.
“Adajikah?
Sebentar nda ada pa!”
“Sinimi
kita pergi mi dulu liat.”
Akhirnya
aku, Yansi, Emon, Novi, Inna, Idul, dan Alan bergegas menuju PKL, sesampainya
di PKL kita membeli bumbu-bumbunya terlebih dahulu, setelah itu kita membeli
ayamnya. Kejadian seru juga kita alami ketika berjumpa dengan orang gila ketika
membeli bumbu, saat itu kita lari terbirit-birit di PKL karena di kejar oleh
orang gila.
Praktek
memasak telah berakhir, bulan lalu kita baru melakukan praktek menginstalasi
listrik lagi.
“We!!!
Korang orang kerja mi itu!!!! Korang
main COC terus!” Ujarku dengan ketus.
“Sabar
pi tante, belum ada kabelnya lah” kata Ikbal sambil mengejek.
“Sabar
sabar!! Kalo sebentar malam nda jadi ini instalasi listrik, putus pertemanannya
kita 3 bulan. Hahahah.”
Ada
kejadian seru ketika kami melakukan presentase di mussolah sekolah.
“We,
ko liat pi itu kaos kakinya pak guru, da bolong pa hahaha.” Kata Rani.
“Biar
mi tawa, begitu-begitu guru favoritku he itu.”
“Edd
guru favorit? Baru pas da kasih tugas banyak ko suka marah-marah ji sendiri.”
“Hahaha,
itu lain nah. Sapatau da kasih tugas banyak karna da sesuaikan dengan dibuku.”
“Biar
lagi, tapi ko jengkel ji juga kalo banyak tugas.”
“Biar
mi. Sa senang sekali itu Pak Suhar kalo da lagi cerita-cerita yang luculah.”
Diawal
bulan Maret 2016 aku baru saja melakukan praktek merangkai listrik paralel dan
rangkaian seri.
“Astaga!!!!!
Mana mi ini kita bahannya kasian?” kataku.
“Huh,
sa lupa juga bawa beh, kenapa korang nda
bawa!” Kata Ikbal.
“He!!
Apa yang kita taukan kasian? Ko nda suruh kita bawa alat-alatnya. Ko kira kita
tahu merangkai listrik! Cerewet sekali kau, ko diam mi dulu, sa selesaikan ji
ini.” Kata Ikbal.
Selama
25 menit kelompokku mengerjakan rangkaian paralel, jam istirahatpun telah tiba,
akhirnya kita melanjutkan rangkaian serinyasetelah jam istirahat. Pada jam
istirahat, kelasku memangfaatkannya untuk latihan upacara, karena saat itu
kelasku akan kena giliran bertugas untuk minggu depan. Setelah latihan aku
teman-teman dan Pak Suhar bercerita tentang praktek yang di lakukan kelas VII,
saat itu kejadian yang memalukan terjadi padaku, karena kita sedang membahas
hal yang sedikit menjijikan tetapi sangat lucu, tanpa aku sadari saat itu aku
tertawa sambil melangkah ke belakang, dan pada akhirnya aku jatuh selokan yang
ada di belakangku, saat itu semua mata tertuju padaku, mereka menertawaiku.
Untung saja, saat itu tidak banyak siwa yang berlalu lalang, sehingga aku tidak
merasa begitu malu.
Seminggu
kami telah lepas dari praktek, saat itu Pak Suhar hanya memberikan kami
soal-soal dan langsung kita jawab.
“Pak
guru, katanya jawabannya sedikit, kenapa banyak sekali pa? Huh capenya mi kita
kerja kasian.” Kata Ama.
“Hahaha,
pak guru bilang sedikit supaya kalian mau kerjakan. Kalo pak guru bilang
jawabannya panjang-panjang, pasti mi kalian malas kerja nak!” Kata Pak Suhar.
Memang melelahkan namun banyak
pengalaman yang dapat diambil dari berbagai kegiatan pratik yang telah
dilakukan. Bagaimana belajar kerjasama dan bersabar dalam kerja kelompok adalah
hal yang penting. Kerasi hasil karya sendiri adalah suatu kebanggaan. Banyak
hal yang selama ini hanya dibaca, kini dilakukan dalam praktik. Beberapa keterampilan
kami dapatkan. Menurut pak Suhar, itu dapat bermanfaat sebagai dasar
berwirausaha nantinya.
Saat
ini, aku telah memasuki semeter terakhir di kelas IX, aku sekarang benar-benar
di sibukkan dengan belajar tambahan di sekolah untuk persiapan ujian. Namun,
tetap saja tugas-tugas terus saja ada, termasuk juga tugas prakarya. Tapi apa
boleh buat, mau tidak mau aku harus tetap mengerjakan tugas itu agar
mendapatkan pengalaman dan nilai yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar