Kamis, 05 Agustus 2021

Lita Pratiwi : MEMETIK PENGALAMAN DI TENGAH KELELAHAN - Testimoni Pembelajaran - BULETIN SEVENTEEN SMPN 17 Kendari

 


Ditulis oleh Lita Pratiwi, Lita adalah nama panggilan dari teman-temanku. Aku lahir di SPF yang merupakan salah satu desa yang terletak dibagian Konawe, Kota Kendari Sulawesi Tenggara pada 24 Oktober 2000. Saat ini aku sedang duduk di bangku kelas IX di SMPN 17 Kendari. Teman-temanku sering bertandan di kediamanku di Jl. Banda depan SMA 6 Kendari. Mengenal saya dapat melalui Facebook Lita Pratiwi.


Prakarya, satu pelajaran baru diawal diberlakukannya Kurikulum 2013 yang membuat siswa-siswi termasuk aku, seakan lelah dalam mempelajarinya. Entah mengapa, pelajaran itu sangat memaksa para pelajar untuk menciptakan kreasi-kreasi baru yang kadang sedikit dibatas kemampuan siswa-siswi. Aku sendiri pun mengaku agak lelah ketika belajar prakarya. Tapi apa boleh buat, ini memang sudah kewajiban aku dan pelajar lainnya untuk menerima materi apapun itu yang diberikan. Tetapi, di tengah dari kelelahan yang kita rasakan, banyak pengalaman-pengalaman yang kita dapatkan saat belajar prakarya.

            Terkadang, lika-liku dalam menimba ilmu memang sering dirasakan oleh para pelajar, begitu pun dengan aku. Saat ini aku sedang duduk bangku kelas IX dijenjang SMP. Usahaku dalam mencapai kesuksesan benar-benar aku rasakan saat ini. Mungkin kalimat itu terdengar sedikit berlebihan bagi orang yang mendengarnya. Tapi tidak dapat dipungkiri, ini memang benar-benar di rasakan yang mungkin hampir seluruh pelajar di Indonesia.

            Pagi itu, aku sedang duduk di dalam kelasku sambil termenung dalam lamunan. Pada saat itu aku masih duduk di bangku kelas VIII. 15 menit sudah lepas dari pergantian jam pembelajaran, namun Pak Suhar sebagai guru prakaryaku belum juga datang untuk melaksanakan PBM. Suasana di kelas pada saat itu sudah mulai riuh, teman-temankupun telah berlalu lalang keluar kelas untuk beristirahat sejenak. Informasi yang saya dengar, guruku itu sedang melaksanakan Bimtek. Dia bertindak sebagai nara sumber. Dialek lokal pun sering mengisi percakapan kami.

“Wee!! Kalian masuk mi itu, belum he jam istirahat ini, sa catat namanya kalian itu!” Lentingan suara yang bersumber dari Ama ketua kelasku itu telah membuyarkan lamunanku.

“Kita bosan di dalam terus Ama, nda ada ji pak guru, ko santai mi!”. Ujar Novi dengan sewot.

“Kalian susah sekali dikasih dikasitau tawa, kalian masuk mi!” Sangkal Juli yang membuat teman-temanku terlihat kesal.

            Di tengah perdebatan antara ketua kelas dan teman-temanku, tidak lama kemudian datanglah Pak Suhar yang sedari tadi kita tunggu. Pak Suhar mempersilahkan kami untuk beristirahat dulu, dan masuk kelas setelah jam istirahat berakhir. Selang beberapa waktu, jam istirahat pun telah berakhir, saat itu aku dan siswa-siswi yang lain telah memasuki kelas masing-masing, dan siap menerima pelajaran berikutnya.

            Di kelasku pada saat itu telah ramai karena Pak Suhar sedang membagi kelompok baru untuk persiapan praktek membuat kerajian dari limbah An-organik. Siswa siswi dibagi dengan berdasarkan alamat rumah yang saling berdekatan. Banyak teman-teman yang pro dan kontra dengan pembagian kelompok itu. Tapi menurut pak guru, pembagian kelompok dengan cara tersebut adalah salah satu cara yang paling mudah untuk bekerja sama dengan baik. Pada saat itu, aku masuk di kelompok Jalan Banda dan aku dipilih menjadi ketua kelompok. Kelompokku mendapat bagian untuk membuat kerajinan dari limbah kaca.

            Sore itu, serambi rumahku telah diramaikan oleh suara bising dari teman-temanku yang sedang membahas dimana tempat perusahaan kerajinan kaca.

            “Lita dimana mi ini kita mau pergi kasian?” Tanya Novi kepadaku.

            “Huu!! Sa nda tau juga kasian, adakah disini perusahaan kerajinan kaca?” Ujarku dengan nada yang sedikit bingung.

            “Itu he! Di bagian perempatan yang mau kerumahnya La Arnold, ada disitu sa liat tempat kerajinan kaca.” Kata Emon.

            “Oh iokah? Sini mi pale kita langsung pergi.”

            Sekitar 5 menit kita menuju tempat kerajinan itu, karena tempat kerajinannya pun tidak jauh dari rumahku. Sesampainya kita di depan tempat itu, kita saling menatap satu sama lain dengan tatapan penuh tanya. Di tempat itu memang terdapat banyak kaca dan kayu, namun yang terlihat ada banyak lemari yang telah di buat dan diukir. Tetapi, aku sempat berfikir, mungkin kerajianan-kerajinan yang di buat dari limbah kaca di pajang di dalam tempat itu.

            “Emon, betul ji kah itu tempat kerajianan kaca?” Kata aku.

            “Hahaha sa nda tau mi juga itu, kita tanya mi dulu lah, siapa tahu ada ji.”

            “Sini mi pale beh, kita langsung masuk saja” Aku dan teman-temanpun segera bergegas masuk ke dalam tempat itu. Di dalam kita tidak mendapatkan satupun kerajian dari limbah kaca.

            “Permisi om, disini bukan tempat kerajinan limbah kaca kah?” tanyaku pada salah seorang yang berada di tempat itu.

            “Hahaha bukan dek, tempat pembuatan lemari he disini.” Tawapun meledak setelah aku dan teman-teman mendengar ucapan orang itu. Rasa malu saat itu telah menghampiri kita, dan semua tatapan telah tertuju pada Emon.

            “Kau juga Mon, ko kasih kita informasi salah-salah pa!! Bikin malu saja hi. Hahaha.” Kata Inna.

            “Hee! Kau juga, sa taukah kalo ini bukan tempat kerajinan kaca? Yang sa liat banyak kacanya, jadi sakira tempat kerajinan kaca mi.”

            “Biar mi tawa Inna, da tidak tau kasian.” Kata Dani dengan tujuan mengejek Emon.

            “Hu sudah-sudah mi itu korang menyalahkan beh, kita pulang mi cepat, baru kita buat itu.”

            Melalaui kunjungan itu, kami hanya memperoleh informasi tentang bagaimana cara memotong kaca. Wawancara singkat dan peragaan kecil kami peroleh sebagai bekal dalam pembuatan kerajinan dari kaca nantinya.

            Akhirnya kitapun memutuskan untuk pergi kerumah Inna untuk memikirkan cara memotong botol kacanya terlebih dahulu. Beragam jenis pikiran dan pendapat telah di kumpulkan, namum masalahpun tetap tidak terselesaikan. Memotong botol kaca memang sangat sulit bagi aku dan mereka, karena ini kegiatan yang berbahaya dan belum pernah di lakukan oleh kita sebelumnya. Pada saat itu, kita membuat kerajinan tempat lampu lilin doraemon dari botol kaca dengan bahan yang serba kurang dan hasilnya pun sangat jauh dari ketegori baik.

            Hari penilaian hasil kerajinanpun tiba, aku dan kelompokku sangat tidak puas dengan karya yang telah kita buat. Ketidak puasan dari hasil karya yang telah dibuat juga terlihat dari wajah-wajah kelompok lain. Di tengah-tengah kebimbangan kami, Pak Suhar pun datang dan melihat satu persatu hasil dari kerajinan yang telah dibuat. Karena setiap kelompok tidak ada yang berhasil baik, akhirnya Pak Suhar memutuskan untuk menjadikan tugas ini sebagai tugas individu secara mandiri di rumah.

Pak Suhar menganjurkan untuk melakukan observasi terlebih dahulu, meminta bimbingan pada orang terdekat serta meminta petunjuk saat waktu senggang di sekolah. Dia melarang melakukan pemotongan kaca serta menganjurkan untuk mengambil bahan dari botol atau toples bekas yang banyak terdapat di lingungan rumah. Kami diperintahkan untuk membuat laporan singkat bagaimana cara membuatnya. Pak guru kemudian memberikan contoh cara membuat kerajinan dari kaca. Saat mendengar itu, aku merasa sedikit lebih senang.

            Satu minggu telah berlalu, tugas kerajinan yang di perintahkan oleh Pak Suhar telah aku selesaikan dengan baik, dan aku merasa puas dengan hasil karyaku sendiri. Aku menamakan karyaku dengan nama Tempat Lampu Lilin Danbo. Aku merasa senang karena Pak Suhar memuji hasil karyaku, aku berpikir bahwa tidak sia-sia usahaku dalam membuat kerajianan itu. Dari jariku yang terluka akibat pecahan kaca, dari cara memotong kaca, hingga dari cara melukis botol itu dengan serbuk kayu, itu benar-benar membutuhkan kreativitas yang cukup tinggi. Tetapi semuanya terbayar dengan mendapat nilai yang tinggi, dan hasil karyaku pun terjual dengan harga yang cukup tinggi.


Lepas dari tugas membuat kerajinan, saat itu aku dan teman-teman dihadapi lagi dengan tugas pengolahan atau memasak. Praktek ini dilakukan secara berkelompok, dan kelompoknya sesuai dengan yang telah dibagikan pada saat itu. Pengolahan yang pertama dilakukan adalah pengolahan dengan cara menggoreng dari bahan umbi-umbian. Kelompokku saat itu mendapat bahan dasar talas, sehingga kita memutuskan untuk membuat korket isi sosis.

            Dalam pembuatan korket isi sosis, kelompokku mengerjakan bahan setengah jadinya di rumahku. Dalam pembuatannya aku merasa sangat kesal, karena teman kelompokku tidak ada yang datang kerumahku untuk membantu pembuatannya, hingga pada akhirnya aku meminta ibuku utnuk membantu membuat bahan setengah jadinya. Pada malam hari aku mengerjakan pengolahan itu, tanpa aku sangka ternyata Novi datang kerumahku untuk membantu pembuatannya.

            “Sa jengkel kasian mereka, bisanya mereka tidak datang pa!” Kataku dengan nada kesal.

            “Io, kenapakah dorang tidak datang?”

            “Nda tau mi juga dorang beh, masa kerja kelompok tapi yang kerja cuma saya sendiri ji!”

            “Astaga maaf nah, tadi sore toh sa mau datang, hanyakan nda ada motor beh, baru pi ada tadi.”

            “Io nda papa ji lah, besok ko bawa gabing nah untuk tepung rotinya, ko haluskan memang yo.”

            “Oh oke mi.”

            Proses penggorengan dilakukan di sekolah. Pada saat itu lagi-lagi aku merasa kesal dengan teman-teman kelompokku karena mereka selalu lupa membawa alat dan bahan yang telah aku bagi saat itu. Namun, aku mencoba untuk bersabar dalam menghadapi teman-teman kelompokku. Saat memasak, banyak keseruan yang aku rasakan pada saat itu. Pada akhirnya hasil penggorengan yang telah di buat kelompokku mendapat penilaian yang baik dari Pak Suhar. Hingga pada tahap penjualannyapun, hasil masakan kelompokku terjual laris. Kegiatan praktek memasak ini berlangsung selama 3 minggu, dan banyak sekali pengalaman yang aku dapatkan dari kegiatan itu.

            Kegiatan praktikum di kelas VIII pada saat itu telah selesai. Pada saat itu, kegiatan PBM setiap pelajaran prakarya berlangsung dengan seru. Banyak keseruan-keseruan yang dibahas oleh Pak Suhar. Pak Suhar merupakan salah satu guru favoritku di sekolah, karena selain baik dan humoris, dia juga sangat dekat dengan siswa-siswinya. Terkadang aku sering kesal dengannya, karena dia sering memberi tugas yang kadang membebani siswa-siswinya.

            Pada saat aku baru saja duduk di bangku kelas IX, tugas-tugas dari mata pelajaran prakarya, lagi lagi telah menghampiriku. Aku sangat ingat kejadian ketika Pak Suhar menugaskan kami untuk membuat instalasi listrik yang disambung dengan pembuatan minuatur rumah modern minimalis. Minggu pertama yang dibuat adalah menginstalasi listrik, banyak kejadian yang seru dalam praktek menginstalasi listrik. Dalam menginstalasi listrik, yang bekerja adalah sebagian besar putranya, sedangkan putrinya hanyalah mengatur dan mengoreksi jika ada yang salah.

            Setelah usai praktek menginstalasi listrik, kita ditugaskan untuk membuat miniatur rumah minimalis, saat itu aku dan kelompokku mngerjakan di rumah Yansi. Menurutku praktek pembuatan rumah minimalis adalah praktek yang paling sulit bagiku, karena akibat praktek itu kita banyak tenaga dan waktu yang tersita.

            “Lita! Lita!” Suara Dani terdengar dari luar rumahku. Ya, aku telah menyuruhnya untuk menjemputku, karena saat itu aku belum tahu di mana alamat rumah Yansi. 10 menit perjalananku dan Dani menuju rumah Yansi. Sesampainya di sana sudah terlihat Emon dan Yansi yang telah menunggu kita.

Bahan yang kelompokku gunakan adalah bahan dari steak es creem. Saat menyipakan bahan-bahannyapun terjadi perdebatan-perdebatan yang sedikit konyol. Bahan bekas yang sangat susah di dapat kahirnya, kami berupaya dengan membelinya.

            Setelah semua bahan-bahan telah terkumpul, akhirnya aku dan teman-teman melanjutkan pembuatan miniatur rumah. Aku sangat kesal dengan teman-temanku, karena mereka selalu bermain dalam membuatnya. Miniatur yang kami buat memang sangat sulit karena berbahan dasar steak es creem. Banyak teman-teman dari kelompok lain yang menggunakan bahan dari sterofom, kelompokku sengaja tidak menggunakan sterofom karena jika menggunakan bahan steak nilainya lebih tinggi.

            Tiga hari berturut-turut kelompokku mengerjakan miniatur rumah, dan hasilnya kurang memuaskan hati kami, karena warna catnya kurang berpadu, akhirnya kami memutuskan untuk mengubah warna catnya. Setelah usai mengganti warna cat, ternyata masih banyak kekurangan dari miniatur rumah kami, akhirnya Dani dan Emon membawa pulang miniatur itu, dan memperbaikinya di rumahnya.

            Selesai sudah pembuatan miniatur rumah, pada saat itu kelompokku mendapatkan nilai yang cukup baik. Praktek selanjutnya adalah membuat miniatur rumah adat masing-masing, dan ini merupakan tugas individu. Dalam pembuatannya aku benar-benar merasa sangat kesulitan, hingga aku membeli beberapa kali bahan-bahannya. Praktek pembuatan miniatur rumah benar-benar membebaniku.


Pada saat itu, setelah praktek rekayasa, akhirnya kita di hadapi lagi dengan praktek memasak.

            “Sekarang kalian pilih mi, mau praktek memasak ikan air tawar dulu atau ayam dulu.” Ujar Pak Suhar kepada kami.

            “Praktek masak ikan mi dulu pa.” Kata teman-teman satu kelasku.

            “Oke mi pale.”

            Kelompokku saat itu akan memasak pepes ikan mas, dalam prakteknya benar-benar penuh usaha dan perjuangan. Pada hari minggu kita membeli ikan di PKL, tetapi kita tidak mendapatkannya, pada akhirnya kita membeli ikan di rumah saudaranya Dani dengan cara mengambilnya langsung dari kolam, karena ikan masnya  saat itu hanya satu ekor, akhirnya kita menambahkannya dengan 3 ekor ikan bawel.

            Usai praktek memasak ikan, saat itu tiba saatnya kita praktek mengolah ayam.

            “Dimana mi ini kita mo beli ayam?” Tanya Yansi.

            “Di PKL mi saja.” Kataku.

            “Adajikah? Sebentar nda ada pa!”

            “Sinimi kita pergi mi dulu liat.”

            Akhirnya aku, Yansi, Emon, Novi, Inna, Idul, dan Alan bergegas menuju PKL, sesampainya di PKL kita membeli bumbu-bumbunya terlebih dahulu, setelah itu kita membeli ayamnya. Kejadian seru juga kita alami ketika berjumpa dengan orang gila ketika membeli bumbu, saat itu kita lari terbirit-birit di PKL karena di kejar oleh orang gila.

            Praktek memasak telah berakhir, bulan lalu kita baru melakukan praktek menginstalasi listrik lagi.

            “We!!! Korang orang kerja mi itu!!!!  Korang main COC terus!” Ujarku dengan ketus.

            “Sabar pi tante, belum ada kabelnya lah” kata Ikbal sambil mengejek.

            “Sabar sabar!! Kalo sebentar malam nda jadi ini instalasi listrik, putus pertemanannya kita 3 bulan. Hahahah.”

            Ada kejadian seru ketika kami melakukan presentase di mussolah sekolah.

            “We, ko liat pi itu kaos kakinya pak guru, da bolong pa hahaha.” Kata Rani.

            “Biar mi tawa, begitu-begitu guru favoritku he itu.”

            “Edd guru favorit? Baru pas da kasih tugas banyak ko suka marah-marah ji sendiri.”

            “Hahaha, itu lain nah. Sapatau da kasih tugas banyak karna da sesuaikan dengan dibuku.”

            “Biar lagi, tapi ko jengkel ji juga kalo banyak tugas.”

            “Biar mi. Sa senang sekali itu Pak Suhar kalo da lagi cerita-cerita yang luculah.”

            Diawal bulan Maret 2016 aku baru saja melakukan praktek merangkai listrik paralel dan rangkaian seri.

            “Astaga!!!!! Mana mi ini kita bahannya kasian?” kataku.

            “Huh, sa lupa juga bawa  beh, kenapa korang nda bawa!” Kata Ikbal.

            “He!! Apa yang kita taukan kasian? Ko nda suruh kita bawa alat-alatnya. Ko kira kita tahu merangkai listrik! Cerewet sekali kau, ko diam mi dulu, sa selesaikan ji ini.” Kata Ikbal.

            Selama 25 menit kelompokku mengerjakan rangkaian paralel, jam istirahatpun telah tiba, akhirnya kita melanjutkan rangkaian serinyasetelah jam istirahat. Pada jam istirahat, kelasku memangfaatkannya untuk latihan upacara, karena saat itu kelasku akan kena giliran bertugas untuk minggu depan. Setelah latihan aku teman-teman dan Pak Suhar bercerita tentang praktek yang di lakukan kelas VII, saat itu kejadian yang memalukan terjadi padaku, karena kita sedang membahas hal yang sedikit menjijikan tetapi sangat lucu, tanpa aku sadari saat itu aku tertawa sambil melangkah ke belakang, dan pada akhirnya aku jatuh selokan yang ada di belakangku, saat itu semua mata tertuju padaku, mereka menertawaiku. Untung saja, saat itu tidak banyak siwa yang berlalu lalang, sehingga aku tidak merasa begitu malu.

            Seminggu kami telah lepas dari praktek, saat itu Pak Suhar hanya memberikan kami soal-soal dan langsung kita jawab.

            “Pak guru, katanya jawabannya sedikit, kenapa banyak sekali pa? Huh capenya mi kita kerja kasian.” Kata Ama.

            “Hahaha, pak guru bilang sedikit supaya kalian mau kerjakan. Kalo pak guru bilang jawabannya panjang-panjang, pasti mi kalian malas kerja nak!” Kata Pak Suhar.

            Memang melelahkan namun banyak pengalaman yang dapat diambil dari berbagai kegiatan pratik yang telah dilakukan. Bagaimana belajar kerjasama dan bersabar dalam kerja kelompok adalah hal yang penting. Kerasi hasil karya sendiri adalah suatu kebanggaan. Banyak hal yang selama ini hanya dibaca, kini dilakukan dalam praktik. Beberapa keterampilan kami dapatkan. Menurut pak Suhar, itu dapat bermanfaat sebagai dasar berwirausaha nantinya.

Saat ini, aku telah memasuki semeter terakhir di kelas IX, aku sekarang benar-benar di sibukkan dengan belajar tambahan di sekolah untuk persiapan ujian. Namun, tetap saja tugas-tugas terus saja ada, termasuk juga tugas prakarya. Tapi apa boleh buat, mau tidak mau aku harus tetap mengerjakan tugas itu agar mendapatkan pengalaman dan nilai yang baik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KELAS BERCERITA DALAM TAMU SAGA

  Bukan Pelajaran Bahasa atau Seni. Ini tentang sains dalam mendorong numerasi dan literasi dilingkungan sekolah. Ketika rapor pendidikan me...