KELAS MAYA DIBALIK CORONAVIRUS
“Angkatan Corona”
begitulah mereka menyebutnya. Proses belajar hingga naik kelas dilakukan tanpa
ruang nyata. Apakah semua menjadi terhambat? Sebagian ada yang merasa sangat
terbatas, namun jika berkeinginan akan ada celah untuk meraih cahaya. Inilah
secercah harapan menggapai keinginan. Mendorong remaja putih biru dalam
berliterasi yang tidak biasa.
Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dan Prakarya bagai garam dan gula. Berbeda namun bisa menyatu.
Selera bisa berbeda namun bahannya tetap sama. Walaupun ada saja yang
menganggapnya sebagai tantangan berat dalam pengajarannya. Sisi buramnya,
ketika aspek keterampilan diolah di dunia maya. Tetapi kisah mereka menjadi
bukti bahwa belajar dapat dilakukan kapan dan dimana saja. Kebersamaan keluarga
pun menjadi pengganti ruang kelas di sekolah.
Catatan kecil ini
berbentuk tugas. Ringan ditulis, akibat situasinya dari pengalaman pribadi.
Bebas bertanya dan mencari ide. Walaupun waktunya terbatas namun ruang maya
luas membentang. Bisa berpindah pulau, budaya, iklim bahkan negara untuk
mencari inspirasi. Semuanya dikerjakan dengan jemari. Aturan dan etika menjadi
hijabnya dalam menanamkan nilai karakter. Begitulah tehnik yang diberikan pada
siswa kelas VIII dan IX SMPN 17 Kendari.
Mengajak menulis menjadi penting. Banyak hal yang bisa dipelajari. Pemilihan kata, menentukan judul, menganalisis bahan, melatih membaca, mencari sumber terpercaya, mengolah tulisan hingga menarik kesimpulannya. Tema dan permasalahan menjadi patokan untuk berkreasi. Pengalaman bereksperimen menjadi tagihan. Bukan berupa laporan lengkap, cukup menuliskan testimoni proseduralnya. Ini pengganti laporan praktikum. Gaya bahasanya memang bebas, namun kontennya harus sesuai. Kebebasan itu menjadi alasan untuk mewujudkan merdeka belajar. Belajar dari realita menjadi alasan buku ini diterbitkan. Semoga bisa menjadi cara berbagi dalam mengajar dan belajar, ketika pandemi melanda dunia.
Komunitas Menulis Seventeen - 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar