NASI
GORENG CINTA AYAH
Suara
ayam hanya sesekali terdengar ketika aku tersadar dari tidur. Jam di handphone
masih menunjukkan pukul 04.00 Wita. Walaupun lunglai, kaki tetap melangkah
menuju kamar mandi. Usai berwudu, aku bergegas menunaikan salat subuh.
Ibuku
telah menunggu ketika wajahku menengok ruang dapur. Mengupas bawang adalah
aktivitas pemula subuh itu.
“Nasi
yang akan dimasak berapa liter bu?”
“satu
saja nak.”
“Apakah
cukup?”
“Memangnya
berapa banyak bekalmu?”
“Satu
tempat ini bu.”
Aku
mengangkat tempat lauk yang bisa dibawa ke sekolah.
“Oh,
cukuplah.”
Ketika
asyik bekerja, ayah muncul dengan tiba-tiba. Belaian tangannya di kepala,
membuatku terkejut.
“Ih,
ayah? Untung piringnya tidak jatuh.”
“Kok
hari ini sibuk amat?” Tanya ayah.
“Dia
sedang belajar memasak katanya.” Jawab ibu.
“Mau
masak apa nak?”
“Nasi
goreng telur dadar balado.”
“Baguslah,
nanti ayah pesan sepiring nasi goreng juga ya.”
“Ayah
serius?” Kataku.
“Dua
rius.”
Aku
pun bertambah semangat. Rupanya ayah ingin merasakan menu nasi goreng buatanku.
Lelaki setengah baya itu telah setia duduk menunggu di ruang makan.
“Bagaimana
yah?”
“Enak.”
“Enak
bagaimana?”
“Ya
enak lah!”
“Ayah?
Enak itu susah diartikan.”
“Susah
bagaimana?”
“Maksudnya
enak dimana?”
“Di
nasinya dong!”
“Itukan…”
“Maksud
ayah, rasanya tidak kalah dengan nasi goreng yang dijual dekat kantor.”
“Memang
berapa dijual yah?”
“Dua
puluh lima ribu sepiring. Tapi masakanmu, ayah berani beli lima puluh ribu.”
“Kok
lebih mahal?”
“Ini
nasi goreng special buatan anak kebanggaan ayah. Rasanya pun sesuai selera
ayah.”
“Jelas
yah. Ini kan resep rahasia ibu. Katanya menu ini menjadi kesukaan ayah sejak
dulu.”
“Ibumu
bilang begitu?”
“Iya.”
“Wah
tidak bisa dibiarkan nih. Tolong panggil ibumu kesini nak.”
“Kenapa
yah?”
“Panggil
saja. Ayah mau bicara.”
Aku
segera bergegas menuju dapur. Ada kehawatiran, jika ayah menjadi marah. Setelah
ibu memasuki ruang makan, dia langsung duduk disamping ayahku.
“Kenapa
ibu cerita rahasia nasi goreng ini.” Tanya ayah.
“Anak
mu lah yang tanya. Jadi ibu ceritakan.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Tapi
ini rahasia kita saja ya.” Sambung ayah.
“Tidak
bisa yah.”
“Kenapa?”
“Pak
guru meminta semua resep menjadi tugas proyek sarapan pagi di sekolah hari ini.”
Jawabku.
“Waduh,
bukan rahasia lagi nanti.” Kata ayah.
“Kalau
ayah tidak rela, bisa dibikin kembali dengan resep lain.” Usulku.
“Ini
kan sudah jam tujuh pagi nak. Kamu bisa terlat nanti.” Kata Ibu.
“Sudah,
menu ini saja. Tetapi ada syaratnya.” Kata Ayah.
“Syarat?”
Suaraku dan ibu serentak terdengar.
“Kenapa?
Keberatan?” Tanya ayah beruntun.
“Apa
sih syaratnya?” Tanya ibu.
“Nama
nasi gorengnya diganti.” Kata ayah.
“Menurut
ayah, namanya apa?”
“Nasi
goreng cinta ayah.”
“Aa…”
Aku gaket bukan kepalang.
“Mau
sajalah nak. Ini keinginan ayahmu.” Kata ibu.
“Tapi
kalau pak guru tanya, gimana?”
“Ceritakan
saja kisahnya?” Jawab ayah.
“Aduh
ayah, nanti bikin malu.” Jawabku.
“Nak. Sudalah,
kamu bisa terlambat. Berilah nama sesuai keinginanmu.” Kata ibu.
Setelah
tiba presentase, aku menjadi bingung. Karena ini permintaan ayahku, akhirnya
dituruti, awalnya takut, namun guru dan teman-temanku tertegun mendengar
kisahku. Tepuk tangan yang ramai menutup penampilanku hari ini. Alahmdulillah,
nilai sempurna, ungkapku dalam hati. Angka 100 tertulis di kertas menu buatanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar