Jumat, 22 Oktober 2021

BULETIN SEVENTEEN - NASI GORENG CINTA AYAH

 

Cover ini hanya rekaan semata/bukan sebenarnya sumbernya dari kegiatan pembelajaran


NASI GORENG CINTA AYAH

 

Suara ayam hanya sesekali terdengar ketika aku tersadar dari tidur. Jam di handphone masih menunjukkan pukul 04.00 Wita. Walaupun lunglai, kaki tetap melangkah menuju kamar mandi. Usai berwudu, aku bergegas menunaikan salat subuh.

Ibuku telah menunggu ketika wajahku menengok ruang dapur. Mengupas bawang adalah aktivitas pemula subuh itu.

“Nasi yang akan dimasak berapa liter bu?”

“satu saja nak.”

“Apakah cukup?”

“Memangnya berapa banyak bekalmu?”

“Satu tempat ini bu.”

Aku mengangkat tempat lauk yang bisa dibawa ke sekolah.

“Oh, cukuplah.”

Ketika asyik bekerja, ayah muncul dengan tiba-tiba. Belaian tangannya di kepala, membuatku terkejut.

“Ih, ayah? Untung piringnya tidak jatuh.”

“Kok hari ini sibuk amat?” Tanya ayah.

“Dia sedang belajar memasak katanya.” Jawab ibu.

“Mau masak apa nak?”

“Nasi goreng telur dadar balado.”

“Baguslah, nanti ayah pesan sepiring nasi goreng juga ya.”

“Ayah serius?” Kataku.

“Dua rius.”

Aku pun bertambah semangat. Rupanya ayah ingin merasakan menu nasi goreng buatanku. Lelaki setengah baya itu telah setia duduk menunggu di ruang makan.

“Bagaimana yah?”

“Enak.”

“Enak bagaimana?”

“Ya enak lah!”

“Ayah? Enak itu susah diartikan.”

“Susah bagaimana?”

“Maksudnya enak dimana?”

“Di nasinya dong!”

“Itukan…”

“Maksud ayah, rasanya tidak kalah dengan nasi goreng yang dijual dekat kantor.”

“Memang berapa dijual yah?”

“Dua puluh lima ribu sepiring. Tapi masakanmu, ayah berani beli lima puluh ribu.”

“Kok lebih mahal?”

“Ini nasi goreng special buatan anak kebanggaan ayah. Rasanya pun sesuai selera ayah.”

“Jelas yah. Ini kan resep rahasia ibu. Katanya menu ini menjadi kesukaan ayah sejak dulu.”

“Ibumu bilang begitu?”

“Iya.”

“Wah tidak bisa dibiarkan nih. Tolong panggil ibumu kesini nak.”

“Kenapa yah?”

“Panggil saja. Ayah mau bicara.”

Aku segera bergegas menuju dapur. Ada kehawatiran, jika ayah menjadi marah. Setelah ibu memasuki ruang makan, dia langsung duduk disamping ayahku.

“Kenapa ibu cerita rahasia nasi goreng ini.” Tanya ayah.

“Anak mu lah yang tanya. Jadi ibu ceritakan.” Jawabnya sambil tersenyum.

“Tapi ini rahasia kita saja ya.” Sambung ayah.

“Tidak bisa yah.”

“Kenapa?”

“Pak guru meminta semua resep menjadi tugas proyek sarapan pagi di sekolah hari ini.” Jawabku.

“Waduh, bukan rahasia lagi nanti.” Kata ayah.

“Kalau ayah tidak rela, bisa dibikin kembali dengan resep lain.” Usulku.

“Ini kan sudah jam tujuh pagi nak. Kamu bisa terlat nanti.” Kata Ibu.

“Sudah, menu ini saja. Tetapi ada syaratnya.” Kata Ayah.

“Syarat?” Suaraku dan ibu serentak terdengar.

“Kenapa? Keberatan?” Tanya ayah beruntun.

“Apa sih syaratnya?” Tanya ibu.

“Nama nasi gorengnya diganti.” Kata ayah.

“Menurut ayah, namanya apa?”

“Nasi goreng cinta ayah.”

“Aa…” Aku gaket bukan kepalang.

“Mau sajalah nak. Ini keinginan ayahmu.” Kata ibu.

“Tapi kalau pak guru tanya, gimana?”

“Ceritakan saja kisahnya?” Jawab ayah.

“Aduh ayah, nanti bikin malu.” Jawabku.

“Nak. Sudalah, kamu bisa terlambat. Berilah nama sesuai keinginanmu.” Kata ibu.

Setelah tiba presentase, aku menjadi bingung. Karena ini permintaan ayahku, akhirnya dituruti, awalnya takut, namun guru dan teman-temanku tertegun mendengar kisahku. Tepuk tangan yang ramai menutup penampilanku hari ini. Alahmdulillah, nilai sempurna, ungkapku dalam hati.  Angka 100 tertulis di kertas menu buatanku.

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KELAS BERCERITA DALAM TAMU SAGA

  Bukan Pelajaran Bahasa atau Seni. Ini tentang sains dalam mendorong numerasi dan literasi dilingkungan sekolah. Ketika rapor pendidikan me...