PENCURI HATIKU SEORANG GURU
Hari masih pagi, perempuan itu
sudah berdandan. Setelah pamitan dia langsung memanaskan mesin motornya.
“Wah, jam berapa sekarang?”
“Tujuh lewat.” Kataku.
“Waduh sudah terlambat.”
“Memangnya mau kemana?”
“Ke sekolah.”
“Tidak isi raport?”
“Ada orang tua dan anak siswa
yang mau bertemu.”
Aku bingung melihat tingkahnya.
Sudah empat hari dia terlihat sibuk. Kadang kala untuk makan harus rela numpang
di warung. Tapi hari ini ada harapan. Belanjaannya sangat banyak. Semoga makan
siang hari ini, menunya spesial.
Pulang nampak buru-buru. Setelah
menyimpan tas, dia pun langsung menuju ke ruang kerjanya. Biasa, perempuan ini
memiliki ruang kerja dekat dengan meja kerjaku. Aku di ruang makan dia berada
di dapur.
Menyelesaikan materi yang akan
dibawakan saat pelatihan guru se-Sultra, lupa jika waktu hampir zuhur. Setelah salat,
aku menuju meja makan. Wah, menu spesialnya terlihat sial. Meja masih belum ada
piring atau segelas air. Tanpa berpikir panjang, aku membuka lemari makan dan
mengambil piring dan sendok. Membuka panci lalu menuangkan beberapa sendok nasi
putih dan sayur tumis kesukaanku. Melihatnya masih sibuk, aku pun duduk didekatnya.
“Bikin kue sebanyak ini untuk
apa?”
“Untuk besok.”
“Besok kan?”
“Iya, terima laport siswa.”
“Tapi…”
“Heran ya?”
“Bukanya ada uang kas kelas untuk
membeli konsumsinya.”
“Iya. Apa ini salah?”
Makanan di piring telah habis.
Aku langsung melangkah menuju tempat cuci piring. Setelah membereskan piring
yang digunakan, aku pun menemaninya menyelesaikan bungkusan lempernya.
“Ada yang bisa saya bantu?”
“Tidak ada, istirahat saja.”
Akupun mengelus kepala mantan
pacarku itu, lalu berlalu untuk menyelesaikan editing video untuk presentase
workshop guru. Namun setelah adzan asar, dia belum juga berpindah. Menatapnya masih
terlihat bahagia dengan pekerjaannya. Setelah berwudhu, berpamitan untuk ke
masjid. Merasa lelah, aku pun merebahkan diri di tempat tidur.
Betapa kagetnya, kini sudah
berganti menu kuenya. Apakah dia tidak merasa lelah? Tapi ini waktunya sempit
untuk bertanya. Secepatnya berwudhu kembali lalu menunaikan salat magrib yang
hampir masuk waktu isya. Mendekatinya saat membereskan barang yang berserakan
dan kotor menjadi penting saat ini.
“Sudah beres?”
“Alhamdulillah. Akhirnya selesai
juga.”
Namun percakapan itu tidak lama.
Waktu isya telah tiba. Setelah salat, aku pun mengamati kesibukannya lagi. Kini
dia tidak lagi di dapur. Setelah mengambil makan dari panci, aku pun duduk lagi
didekatnya. Mengamati menguatak-atik laporan pendidikan yang akan dibagi dan
dokumen lainnya menjadi menu istimewa makan malam kali ini. Sepertinya lelahnya
tidak nampak di wajahnya. Sesekali dia tersenyum. Ini bukti bahwa dirinya
biasa-biasa saja. Hatiku pun menggungkapkan sesuatu. Semoga ketulusan dan
keihklasannya menjadi jalan amal baginya.
Ingin sebenarnya aku menyampaikan
pada siswa perwaliannya. Begitu sayangnya terhadap mereka. Hanya tidak tahu
bagaimana caranya. Itulah mengapa siswa yang bermasalah di kelasnya tidak aku
perlakukan seperti kelas lainnya. Kadang dalam tidurnya pun mengigau tentang
mereka. Banyak perbincangan keluh kesahnya tentang masalah siswa. Malas,
bandel, baku bombe, tidak bertanggung jawab dengan tugas mapelnya. Cerita itu bukan
hanya menghiasi meja makan, diruang guru, ruang keluarga maupun dapur. Namun
sebelum tidur pun kadang masih meminta pendapat tentang mereka. Walapun saran
yang diberikan susah untuk dilakukan, dia pun berusaha menerimanya.
Tanpa memintanya, aku pun telah
mengiyakannya. Mungkin karena sering serasa. Siswa yang bermasalah dari kelasnya
diserahkan padanya untuk diselesaikan. Kelas lain malah harus melalui
konsultasi orang tua. Aku begitu kasian jika memberatkan pikirannya lagi. Begitulah
salah satu cara untuk tetap menyenangkan hatinya.
Begitulah rasa sayangnya pada
siswanya yang hampir saja menyamai kasihnya pada mantan pacarnya dahulu. Kini
hatinya agak senang, besok anak-anaknya akan menerima laporan pendidikan tanpa
ada yang terganjal dengan hal berat. Pernah suatu saat aku sangat dekat ketika
dia salat. Walaupun merdunya setengah berbisik, namun jelas terdengar
titipannya pada Illahi. Ringankan tugasku dalam bekerja ya Allah. Mudahkan anak-anakku
dan siswaku untuk belajar, jauhkan mereka dari masalah sekolah yang rumit dan
jadikanlah mereka menjadi manusia sukses dikemudian hari.
Jika seandainya, bisa aku
ceritakan lebih banyak pada siswanya tentu mereka tidak akan bandel saat
bersekolah. Namun waktu dan caranya aku tidak ketahui. Semoga mereka tetap
sayang pada wali kelasnya. Tidak melupakan jasa guru-gurnya. Ingat pesan dan
contoh perilaku baik yang diberikan. Selalu menanamkan nilai karakter baik
dalam kehidupannya. Aku mau, mereka paham jika wali kelasnya menasihati atau
memarahinya. Itu karena rasa sayangnya yang begitu besar. Maafkan telah berani
mengirim surat cinta ini. Semoga yang membacanya bisa memahami perasaan bekas
pacarku yang menyayangiku. Bahwa sebenarnya dia beguitu perhatian pada kalian
semua. Selamat menempuh kenaikan kelas. Prestasi nilai terbaik tidak ada
artinya, itu adalah takdir dan kadar Allah yang tidak sama terhadap rezeki
mahluknya. Perilaku dan hati yang baik adalah kemenangan yang nyata. Itu akan
membawamu menjadi manusia mulya dan bersahaja.
Selamat menginjakkan kaki di
kelas 9. Level akhir dari sekolah menengah pertama. Tanda bahwa setahun lagi
akan memasuki dunia putih abu-abu. Tiga tahun kemudian akan menjadi mahasiswa. Empat
tahun kemudian akan mamsuki dunia kerja. Kalian akan tahu saat itu, nasihat dan
ajaran gurumu saat SMP menjadi nyata. Itu karena mereka duluan melalui jalan
hidupnya dari kalian. Oleh karena itu, hargai dan hormatilah orang tuamu. Berterimaksihlah
pada guru-gurumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar