Motor
tua, baru saja terparkir di halaman Sanggar Kegiatan Belajar Kota Kendari. Pagi
ini merupakan waktu lokakarya keempat bagi calon guru penggerak. Sebagai guru
yang menggerakkan, saya pun tiba sebagai orang pertama di lokasi. Namun suasananya
tidak sekuat hati untuk bergerak. Duduk memainkan gawai menjadi pilihannya. Ada
semacam keresahan yang bercampur aduk saat itu. Semangat pagi yang dikobarkan
pengajar praktik tidak membuat perubahan yang banyak pada perangaiku.
Hanya
sedikit senyum dan tidak banyak beracanda seperti lokakarya sebelumnya. Suasana
itu terjadi hingga materi terakhir siang itu. Seusai salat zuhur, kami memasuki
kegiatan praktek supervisi klinis. Aku berpasangan dengan dengan sosok seorang guru
sekolah dasar. Jujur, ini pertama kali duduk berdekatan selama pelatihan yang
telah berlangsung empat bulan lebih. Wanita
berjilbab ini bertugas di SDN 88 Kendari. Itulah jawaban dari beberapa
pertanyaan dalam perkenalan singkat tersebut.
Seusai
pasca supervisi, kami pun memanfaatkan waktu untuk bercerita pengalaman dalam
pembelajaran. Berbagi hal untuk saling memahami strategi dalam mengajar. Rupanya,
beliau telah lama mengenalku lewat media sosial. Baik facebook, Instagram maupun
youtube. Kepolosannya membuat hati dan pikiran tidak karuan. Saat memaparkan
refleksi kegiatan semua diungkapkan didepan kawan-kawan yang hadir saat itu.
“Saya
sangat berbahagia dapat satu kelompok dengan Pak Suha. Banyak pelajaran yang
dapat saya pelajari. Kreativitas dan inovasinya banyak. Telah lama ide maupun
gagasan saya baca dan lihat. Saya berkeinginan untuk mengajaknya bergabung
dalam komunitas yang kami miliki. Prestasi dan pengalamannya sangat penting
untuk kami, dalam bekerja sekaligus berkarya.” Begitulah sebahagian kurang
lebih yang sempat aku tangkap dari paparan singkatnya.
Ketika
kelompok lain mengutarakan isi materi yang telah dipelajari, Ibu Sitti Rahmatia
mengungkapkan sisi lain yang dialaminya. Bukan hanya tersipu saja namun ada
yang menyanjung seperti itu terasa berbeda dalam hati dan perasaan. Jarang hal
seperti ini terlontar dalam forum resmi. Bahkan saya sendiri sudah tidak
terlalu menganggap penting. Hal ini disebabkan begitu pahitnya perlakuan orang
terhadap manis yang didapatkan. Kisah itu telah aku tulis sebenarnya dalam buku
yang berjudul “Tetesan Keringan di Pelupuk Mata.” Ibu guru ini pun mau untuk
membelinya. Kisah yang ditulis saat sudah tidak dapat lagi menangis untuk
mengingatnya.
Kini
pikiranku mulai bangkit lagi walaupun tidak sekuat dahulu. Menggugah semangat dalam mengejar mereka yang
berlari. Semoga ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang diperoleh dapat lebih
bermakna dalam menuntun anak didik menjadi sejahtera di kehidupannya mendatang.
Sesi lokakarya pun berakhir dengan acara foto bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar